Oleh: Angelina Jumika Manihuruk / Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji, program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Datuk Seri Sutardji Calzoum Bachri dengan sapaan akrab Bung Tardji, lahir di Rengat, Indragiri Hulu, pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji diberi gelar Datuk Seri Pujangga Utama pada tanggal 7 November 2018 di Gedung LAM Riau.
Sutardji Calzoum Bachri adalah pujangga Indonesia terkemuka. Ia di beri gelar sebagai “Presiden Penyair Indonesia”. Awal karirnya dalam bidang kesusatraan dimulai dengan menulis dalam surat kabar mingguan di Bandung. Setelah itu sajak-sajak dan esainya mulai dimuat dalam majalah Horison, Budaya Jaya, Sinar Harapan, Kompas dan Berita Buana.
Beliau merupakan penulis puisi dan sajak, salah satu puisi yang di tulis oleh Sutardji Calzoum Bachri adalah “Hemat”. puisi tersebut memiliki makna yang jelas dan padat, mengingatkan bahwa segala makhluk hidup akan binasa pada waktunya.
HEMAT
Karya Sutardji Calzoum Bachri
Tahun 1977
Dari hari ke hari
Bunuh diri pelan-pelan
Dari tahun ke tahun
Bertimbun luka di badan
Maut menabungku
Segobang-segobang
(sumber: contohpantunpuisicerpen.blogspot.com)
Puisi yang berjudul “hemat” karya Sutardji Calzoum Bachri menggambarkan hakikat kelahiran yang diikuti dengan kematian manusia.
Meskipun isi dari puisi tersebut singkat dan padat, namun makna yang terkandung dari setiap bait puisi tersebut sangat mengekspresikan emosi dari sang penulis.
Setiap bait mengandung makna yang mendalam, bait pertama “dari hari ke hari, bunuh diri pelan-pelan” yang memiliki arti bahwa manusia akan bertemu dengan maut. “hari ke hari” memiliki makna yaitu perlahan-lahan manusia mati.
Kematian akan menjemput setiap makhluk hidup yang ada di dunia itu, tugas kita sebagai manusia hanya mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal dan ibadah agar memiliki pegangan di dunia akhirat.
Bait ke dua “dari tahun ke tahun, bertimbun luka di badan” yang memiliki makna bahwa maut akan semakin dekat kepada kita. Sampai akhirnya di titik terakhir yaitu kematian, kematian merupakan hal yang paling menyakitkan dari yang ada di dunia ini.
“maut menabungku, segobang-segobang” maut yang di tulis dalam puisi tersebut memiliki makna bahwa manusia sejak dalam kandungan dan setelah dilahirkan sudah memiliki garis tangannya masing-masing, memiliki takdir yang menentukan jalan hidupnya, termasuk “maut”. Maut atau kematian sudah melekat dalam diri manusia.
Inti makna dalam puisi “Hemat” karya Sutardji Calzoum Bachri yaitu, maut atau kematian sudah tertanam dalam diri setiap makhluk hidup di dunia. Semua makhluk hidup akan binasa pada waktunya. Manusia sudah mempunyai garis tangan dan takdirnya tersendiri sedari ia di ciptakan.
Kita sebagai manusia hanya perlu memperbanyak amal dan ibadah untuk pegangan di dunia akhirat mendatang.