Mandalapos.co.id, Anambas – Polres Kepulauan Anambas, menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi belanja modal kegiatan pembangunan di Desa Matak, Kecamatan Kute Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Senin (27/12).
Menurut Kapolres Kepulauan Anambas AKBP Syafrudin Semidang Sakti, kasus korupsi APBDes ini mencuat setelah pihaknya mendapati laporan masyarakat terkait dugaan korupsi di Desa Matak, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Sat Reskrim.
“Pada tahun 2019 ada indikasi terjadi penyimpangan penggunaan APBDes di Desa Matak. Personil sat reskrim pun lakukan penyidikan, dan diketahui terhadap APBDes yang ada ini dilaksanakan 7 kegiatan dan didapat belanja modal sekitar Rp952 juta,” terang Kapolres.
Kapolres juga merincikan 7 kegiatan dimaksud yakni, pekerjaan penimbunan lapangan serbaguna yang menggunakan anggaran Rp300 juta lebih dan terdapat potensi kerugian sebesar Rp 151 juta. Pembangunan parit anggaran Rp105 juta dengan potensi kerugian Rp30 juta , Renovasi kantor desa anggaran Rp39 juta dengan potensi kerugian Rp10,8 juta, Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah alokasi anggaran Rp180 juta dengan potensi kerugian Rp19 juta. Sedangkan kegiatan lainya yakni Pembangunan gapura, Pembangunan pipa air bersih dan Renovasi.
Untuk menguatkan bukti terjadinya penyimpangan penggunaan APBDes Matak, lanjut Kapolres, pihaknya juga mengumpulkan keterangan 23 saksi dari masyarakat, BPD, Toko Bangunan, serta Saksi ahli pemerintahan desa, dan saksi ahli hukum pidana.
“Sebelum menetapkan tersangka, dikumpulkan alat bukti yang cukup sehingga ditetapkanlah tersangka yakni Kades Matak dan sekretaris desa. Bahwasannya kerugian negara yang sudah diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar Rp211 juta dari belanja kegiatan Rp952 juta,” ujar Kapolres.
Adapun modus operandi yang dilakukan pelaku disebutkan Kapolres, dalam perencanaan mengelola APBDes sudah memiliki niat untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, sang Kades Matak juga merubah RAB perencanaan kerja tanpa proses musyawarah desa yang seharusnya melibatkan BPD dan perwakilan masyarakat.
“Kades juga memegang uang dan melakukan pembayaran secara langsung tanpa melalui bendahara, serta membuat laporan pertanggung jawaban fiktif,” beber Kapolres.
Atas perbuatannya, penyidikpun mempersangkakan tersangka dengan pasal 3 UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 2 ayat 1.
“Ancamannya di pasal 3 yakni minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta pasal 2 ayat 1 mininal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” pungkas Kapolres. ***Yahya