Mandalapos.co.id, Jakarta – Polri telah mengantongi indentitas terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak perempuan usia 10 Tahun di kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Manado, Sulawesi Utara.
Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Tim penyidik telah melakukan penyelidikan tempat kejadian perkara dan visum hingga sampai saat ini masih berlangsung penyelidikan.
“Penyidik telah melakukan observasi rumah korban yang diduga sebagai tempat terjadinya perkara dan melakukan koordinasi dengan dokter kandungan, dokter anak dan dokter forensik serta melakukan visum,” kata Irjen Pol Dedi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1/2022).
Kadivhumas Polri menuturkan penyidik juga akan melakukan gelar perkara untuk menaikkan kasus ini menjadi penyidikan.
Lanjut Kadivhumas, Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Mulyatno bersama Kapolresta Manado dan penyidik Polresta Manado juga mengunjungi Rumah Sakit Kandou untuk memberikan penguatan dan penghiburan kepada korban dan keluarga.
Dari hasil pertemuan dengan korban, didapati informasi satu nama yang menjadi terduga pelaku kekerasan seksual terhadap korban. Satu nama tersebut nantinya berpotensi menjadi tersangka dan akan dilakukan penangkapan.
“Rencana tindak lanjut besok hari akan melangsungkan rilis dengan mengundang mitra pemerhati anak, psikolog anak, serta UPTD (Unit Pelayanan Teknis Daerah) Provinsi Sulut yang membidangi perlindungan, perempuan dan anak,” katanya.
Orang Tua Korban Minta Bantuan Anggota DPR RI
Sebelumnya, seorang bocah 10 tahun di Manado, berinisial CT menjadi korban kekerasan seksual. Ibu korban berinisial HS, meminta bantuan kepada Anggota DPR Dapil Sulawesi Utara (Sulut), Hillary Brigitta Lasut, dengan mengunggah video di media sosial.
Unggahan video politisi Nasdem itupun akhirnya viral. Dalam video berdurasi satu menit itu, ibu korban mengaku sampai saat ini hanya bisa melaporkan kasus tersebut ke Polresta Manado, dan masih terus menunggu hasil penyelidikannya.
“Sampai saat ini anak saya masih kritis,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Hillary Brigitta Lasut, memaparkan pihak keluarga sudah sangat terpukul baik secara mental dan psikis.
Apalagi mereka juga menderita melihat keadaan fisik anaknya yang sudah dalam kondisi yang memprihatinkan.
“Mereka tidak memiliki kekuatan atau bahkan resources, khususnya karena mereka berasal dari keluarga kurang mampu, untuk melapor sampai Jakarta atau bahkan mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara untuk melapor kepada LPSK. Hal itu pun kemudian membuat mereka mengurungkan niat. Jangan sampai karena takut tidak punya uang, karena keterbatasan ekonomi, kemudian korban-korban kekerasan seksual yang mengalami kerusakan di bagian organ vital, atau juga memar, penderitaan fisik, tidak merawat diri dan tidak membawa diri ke rumah sakit, hanya karena khawatir tidak ditanggung oleh BPJS,” jelas Hillary.
Hillary pun berharap, negara dalam kesempatan ini bisa menggunakan momentum disetujuinya RUU TPKS dan juga penyusunan Surpres RUU TPKS agar dapat menegaskan, BPJS sebagai lembaga seharusnya wajib menanggung biaya pengobatan dari korban kekerasan seksual, khususnya yang membutuhkan pengobatan di rumah sakit setempat. ***Rudi Heryanto