PADANGSIDIMPUAN – Diduga telah mencemari udara maupun air di sepanjang Sungai Batang Ayumi, Aktivis Konservasi Alam, Riki Sumanda, mengaku akan melayangkan gugatan ke PT Virco di Kota Padangsidimpuan (PSP).
Riki menduga ada indikasi pembiaran dari pemerintah akan apa yang telah terjadi terhadap warga di seputaran PT Virco di Kel Padangmatinggi dan Aek Tampang.
“Kita juga mempertanyakan dana kewajiban perusahaan dan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR). Dan (perlu dipertanyakan) apakah perusahaan (PT Virco) ini, bagian dari pemasukan PAD (pendapatan asli daerah) Kota Padangsidimpuan,” sebut Riki melalui pesan singkat WhatsApp yang diterima wartawan, Sabtu (29/1) siang.
Riki menambahkan, pencemaran udara yang diduga dilakukan PT Virco, dikuatirkan bisa menimbulkan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan juga tidak baik jika terhirup oleh ibu hamil.
“(Sedangkan) pencemaran air Sungai Batang Ayumi (dikuatirkan) bisa sebabkan penyakit kulit dan lainnya,” tambahnya.
Dia juga mempertanyakan, bagaimana sejauh ini analisis dampak lingkungan (AMDAL) atau upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL/UPL) PT Virco di Dinas Lingkungan Hidup Kota PSP. Sebab, menurut informasi yang diterimanya, baru-baru ini telah dilakukan identifikasi sampel air di 4 titik di PT Virco, mulai dari pH, DO, BOD, Cod, design cross sectional, hingga sampling.
Riki, menyayangkan sikap Pemko PSP yang diduga tidak responsif terkait hal tersebut. Sebab, berdirinya sebuah perusahaan atau pabrik, harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko dan PP No.22/2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Selain itu, (diduga) tata ruang Kota Padangsidimpuan terindikasi amburadul dan belum terdata secara big (besar) data,” tandasnya.
Sebelumnya, warga Kelurahan Aek Tampang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, mengeluhkan air limbah yang ditimbulkan dari perusahaan karet PT Virco di Jalan Tapian Nauli. Warga mengaku, sejak dulu sudah merasa keberatan dengan kebisingan dan asap yang sehari-sehari dihirup dari pabrik karet PT Virgo.
Regar (70), salah satu warga yang tinggal di dekat pabrik karet PT Virgo, mengaku bahwa, ia sudah 30 tahun menghirup asap dari pabrik tersebut dan setiap siang hari kerap kebisingan akibat mesin pabrik karet, bahkan air sumurnya tak bisa dikonsumsi karena terlihat berminyak.
“Kami dulu sudah pernah menjumpai (Bagian) Humas (hubungan masyarakat) PT Virco itu dan sekarang sudah meninggal dunia. Tapi percuma saja, dari pihak Pemko (PSP) saja tak berdaya, apalagi kita,” ujar Regar, ke awak media baru-baru ini.
Jadi, kenang Regar, saat itu dari humas PT Virco hanya memberikan kompensasi Air dari pipa kecil perusahaan tersebut dan uang sebesar Rp800 ribu per tahun.
“Mau gimana lagi, kompensasi kita terima dari pada sama sekali tidak ada (diterima), Pak. Itupun hanya untuk satu rumah saja. Kalau rumah yang lain, nggak ada,” keluh Regar.
Senada diutarakan salah satu petani yang berdomisili di sekitar PT Virco. Pria yang akrab disapa Bayo Lubis itu mengatakan bahwa, air limbah PT Virco dulu sempat menggenangi tanamannya hingga rusak atau gagal panen.
“Dulu tanaman saya rusak gara-gara air limbah pabrik karet itu. Sekarang, saya tutup airnya kalau mereka lagi masak karet, tapi kalau mereka nggak masak lagi baru aku buka aliran airnya,” tutur Bayo Lubis sembari mencangkul kebunnya di sekitaran PT Virco.
Kemudian, awak media juga sempat mendatangi PT Virco untuk melakukan konfirmasi terkait keluhan warga tersebut. Namun, salah seorang pria yang diduga pihak keamanan PT Virco mengatakan bahwa, Bagian Humasnya sudah meninggal dunia, jadi petugas tersebut mengarahkannya untuk langsung ke Maneger Perusahaan.
“Bapak langsung saja jumpai Manager kita, pak. Tapi saat ini, Manager lagi di Medan, Pak,” ucapnya singkat. Saat awak media berupaya meminta nomor kontak Manager PT Virco, petugas itu juga enggan memberikannya.
Laporan : M Reza Fahlefi