Mandalapos.co.id, Anambas – Kepala Desa Ulu Maras, Rifa’i, dibuat pening dengan bantuan sosial yang digelontorkan oleh Kementerian Sosial RI. Pasalnya, gara-gara bantuan ini tak tepat sasaran, ia kerap disalahkan oleh warga desa.
Bantuan dari Kemensos yakni PKH, BST, dan BPNT ini dianggap tak tepat sasaran, lantaran ditemukan beberapa penerima bantuan justru melenceng dari target semestinya. Misalnya saja penerima PKH yang kini sudah bekerja menjadi aparatur Desa, atau menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di pemerintahan.
Desa Ulu Maras, baru satu dari sekian banyak desa di Kepulauan Anambas yang juga merasakan hal serupa.
Terkait masalah ini, Kepala Bidang pemberdayaan sosial dan fakir miskin Dinas Sosial P3APMD, Joni Usman, menerangkan, pada Tahun 2020 pihaknya mengusulkan 1200 data non Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk Bantuan Sosial Tunai.
Oleh Kemensos sebut Joni, data tersebut dimasukan ke DTKS. Padahal, awalnya usulan data tersebut bukan usulan data masyarakat miskin, melainkan data warga terdampak pandemi Covid-19.
“Mungkin di Tahun 2020 itu orang yang datanya kita kirim itu belum sebagai PTT atau PNS, mungkin bisa jadi,” ujar Joni, Senin (18/4).
Lanjutnya, pada akhir tahun 2021 data DTKS di Kepulauan Anambas juga meledak menjadi 22.400 data.
“Oleh Kemensos data itu dijadikan DTKS dan dikembalikan ke daerah untuk kita verifikasi, cuma waktunya singkat, hanya diberi waktu 3 hari. Data ini sebenarnya ada data DTKS dan non DTKS, kami terima itu dari data sebelumnya (Tahun 2019),” tuturnya.
Menurut Joni, data tahun 2019 ini berasal dari data Tahun 2015 atau tahun sebelum 2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jadi kita terima data itu mulai 2019. Data kami terima ada 3000 data, kami proses disitu tak ada disebut pekerjaannya apa. Kenapa data ini melonjak jadi 22 ribu, itu berasal dari data Covid yang dijadikan Kemensos jadi DTKS. Kita ga memverifikasi itu, tetapi itu dilempar ke kita,” jelasnya.
Meski demikian kata Joni, Pemerintah Desa sebenarnya diberi kewenangan untuk memfilter penerima yang tidak sesuai.
“Misalnya ada penerima sebagai PTT, dia tidak boleh terima. Ini mudah sebetulnya, desa tinggal buat surat ke kami, ini nama ini tak boleh terima, Kades sampaikan ke kita, karena di data kami yang bersangkutan bukan PTT, harusnya dilapor ke kita,” ujar Joni.
Joni menegaskan, sesuai ketentuan Kemensos, bagi pekerja yang mendapatkan gaji dari pemda tidak layak menerima bantuan tersebut.
“Contoh suami nya anggota BPD, istrinya tak boleh terima BPNT. Kemudian apakah yang terima BPNT boleh terima PKH? Boleh, kalau ada komponen PKH di situ, misal anak sekolah dalam keluarga msikin, karena PKH tergantung komponen. Dalam program kemensos, istri juga boleh jadi pengurus bantuan, tetapi dia sudah mewakili keluarganya,” jelasnya.
Joni pun mengimbau, bagi warga yang merasa sudah mampu untuk tidak lagi mengambil bansos.
“PNS, PTT, Honorer, tak usah lah ambil lagi jatah orang miskin itu. Jadi pertimbangan nurani lagi lah,” pintanya.
Joni pun mengaku merasa kasihan dengan kepala desa yang dimarahi warganya karena dianggap data penerima diajukan oleh desa.
“Kades cuma pelaksana, data tak berasal dari mereka, data berasal dari banyak sumber. Jadi masyarakat jangan menyalahkan mereka,” ucapnya.
Menurut Joni, kini sejak awal tahun 2022 Dinas Sosial P3APMD diberikan kewenangan full oleh Kemensos, untuk melakukan proses penyaringan penerima.
Demi mendukung hal itu, pihak desa menurutnya akan dibuatkan user untuk memasukan data dan melakukan penyaringan data penerima melalui aplikasi.
“Desa bisa melakukan proses ketidaklayakan penerima ini langsung, cuma kami belum maksimal membuat usernya karena kendala aplikasi,” pungkas Joni. ***Yahya