UPP Syahbandar Tarempa Keluarkan SPB Kapal Dari Pelabuhan Jetty Tanjung Cukang?

0
963
aktivitas di pelabuhan Jetty Tanjung Cukang Desa Temburun Anambas

Mandalapos.co.id, Anambas – PT Putra Bentan Karya (PBK) diduga melakukan perusakan terhadap tanaman mangrove di Tanjung Cukang, Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan Anambas, pada tahun 2014 silam untuk membangun Pelabuhan Jetty.

Pelabuhan Jetty inipun diduga dibangun tanpa mengantongi administrasi perizinan alias ilegal. Parahnya, perusahaan tersebut  juga diduga menggunakan tanah timbun untuk pelabuhan itu dari lahan warga tanpa izin.

Lama tidak ada aktivitas semenjak dipermasalahkan warga pemilik lahan sekitar, sekitar awal Juli 2022 ini, Kapal Tongkang yang membawa alat berat dan material milik CV Cipta Nusantara Bersatu (CNB) melakukan aktivitas bongkar barang di Pelabuhan Jetty Tanjung Cukang.

Belakangan diketahui, material dan alat berat tersebut akan dipergunakan demi keperluan pekerjaan pembangunan di kawasan Masjid Agung Anambas.

Terkait aktivitas kapal tongkang di Pelabuhan Jetty Tanjung Cukang itu, mandalapos pun melakukan konfirmasi ke Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Syahbandar Pelabuhan Kelas II Tarempa, demi mengetahui apakah kapal tersebut mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar.

“Ada lah SPB itu dikeluarkan oleh syahbandar dari pelabuhan asal, pasti ada. Dari sini untuk dia berangkat balik kita keluarkan,” tutur Jemi Permana, Staf Kesyahbandaran UPP Tarempa.

Meski demikian, menurut Jemi pelabuhan di Tanjung Cukang itu tak bisa dikatakan ilegal karena masih merupakan wilayah kerja UPP Syahbandar Tarempa.

“Itu tak bisa dikatakan ilegal, itu kan wilayah kerja kita, wilayah kerja ada 2, DLKP dan DLKR, dari matak ladan saja bongkar muat di sana boleh,  itu masih wilayah kerja kita,” ujarnya.

Dijelaskan Jemi, selagi dokumen kapal lengkap pihaknya bisa mengeluarkan SPB.

“Kalau masalah legalitas lahan itu tak ada urusan ke syahbandar, kecuali dia jalan tak bawa SPB dari pelabuhan asal, masa kita mau out kan,” katanya.

“Dari pelabuhan asal tujuannya tetap SPB nya pelabuhan Tarempa. Tarempa kan ada daerah kepentingan, ada daerah lingkungan kerja, nah masuk itu. Kita mikir juga masalah pembangunan daerah,” tambah Jemi.

Menilik pernyataan Staf Kesyahbandaran UPP Syahbandar Pelabuhan Kelas II Tarempa  dan mengutip Permenhub nomor 82 Tahun 2014 tentang tata cara penerbitan SPB, semestinya ada pemenuhan kewajiban kapal dalam rangka penerbitan SPB, seperti pembayaran jasa labuh dan jasa tambat. Namun apakah hal itu bisa dilakukan mengingat pelabuhan Jetty tersebut ilegal.

Kemudian terkait DLKp dan DLKr, dalam Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dijelaskan bahwa, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.

Sedangkan, Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

Kemudian di dalam Peraturan Pemerintah nomer 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan, disebutkan dalam Pasal 32 bahwa DLKr dan DLKP ditetapkan oleh

  1. Menteri, untuk untuk DLKr/DLKp pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, atas rekomendasi dari gubernur serta bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah
  1. Gubernur, untuk DLKr/DLKp pelabuhan pengumpan regonal, atas rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah
  2. Bupati/walikota, untuk untuk DLKr/DLKp pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.

Pertanyaannya, apakah penetapan DLKp dan DLKr seperti pernyataan Staff UPP Syahbandar Pelabuhan Kelas II Tarempa sesuai dengan tata ruang wilayah?

Apalagi di dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 51 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, berkenaan dengan DLKr/DLKp ini, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban di antaranya ; 

  1. Memasang tanda batas, tanda batas di darat bisa berupa pagar, dan tanda batas di laut bisa berupa rambu-rambu navigasi
  1. Melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki
  2. Menjamin ketertiban dan kelancaran operasional pelabuhan
  3. Penyelenggara pelabuhan berkewajiban menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan yang ada di dalam DLKr/DKLp.

Pantauan mandalapos, Pelabuhan Jetty Tanjung Cukang justru terlihat tidak terdapat rambu navigasi, dan jelas telah mengorbankan kelestarian lingkungan yakni rusaknya mangrove. ***Tim/Yahya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini