Mandalapos.co.id, Buton Tengah — Sekretaris Daerah Kabupaten Buton Tengah merespon cepat masalah sengketa lahan di Desa Polindu, Kecamatan Mawasangka, yang sebelumnya sempat menimbulkan aksi demonstrasi oleh Front Masyarakat Desa Polindu Menggugat bersama Himpunan Pemuda Pelajar Polindu.
Respon tersebut dengan memerintahkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD) menggelar rapat mediasi sengketa lokasi pembangunan sanggar seni Desa Polindu, dengan mempertemukan Pemerintah Desa Polindu dan warga pemilik tanah, Jum’at (28/7/2023).
Rapat mediasi tersebut, dihadiri langsung Kepala Dinas PMD, Kasatpol PP dan Damkar, Kabag Hukum, Kabid Aset BPKD, TA P3MD, dan Camat Mawasangka. Sedangkan dari unsur desa dihadiri Kepala Desa Polindu, Anggota BPD, dan tokoh masyarakat serta menghadirkan mantan Kepala Desa Polindu periode 1985-1998, La Salindo dan mantan Kepala Desa Polindu periode 1998-2006, Sukri.
Rapat ini juga menghadirkan perwakilan HIPMAPOL, Ahli Waris Almarhum La Asa (pemilik tanah awal) serta dihadiri Kapolsek Mawasangka dan perwakilan Danramil Mawasangka.
Dalam rapat itu, Kepala Desa Polindu, Sinakaria, dan mantan Kepala Desa Polindu periode 1985-1998, La Salindo, kompak menjelaskan bahwa tanah yang menjadi lokasi pembangunan gedung serba guna, merupakan tanah khas Desa Polindu yang telah terdaftar di Badan Pertanahan Departemen Dalam Negeri pada tahun 1989, dan telah keluar sertifikatnya dengan luas 42.764 meter persegi atas nama Desa Polindu.
Bertolak belakang, mantan Kepala Desa Polindu periode 1998-2006, Sukri, dan Diman selaku cucu dari (alm) La Asa, justru mengklaim bahwa lokasi pembangunan gedung serbaguna berada di tanah milik (alm) La Asa, dengan luas sekitar 400 meter persegi.
Menurut Sukri dan Diman, kepemilikan tanah tersebut oleh La Asa karena telah dilakukan pengukuran sertifikat pada 1999/2000 melalui program prona pemukiman perumahan terbatas, dengan luas 10 x 40 meter.
Meski penjelasan kedua belah pihak berbeda versi, Kepala Dinas PMD, Armin, tetap bersikukuh menyelesaikan sengketa tanah lokasi pembangunan sanggar seni Desa Polindu, dengan mengambil kesimpulan berdasarkan hasil investigasi atau evaluasi yang telah ia lakukan seminggu sebelum rapat mediasi ini dilakukan.
Alhasil, warga pemilik tanah keluar ruangan sebelum mendengarkan hasil bacaan kesimpulan mediasi, disertai terjadinya insiden keributan dan nyaris ricuh antara warga pemilik tanah dan aparat desa Polindu yang diwarnai aksi lempar kursi. Namun, kejadian ini pun tidak berlangsung lama karena aparat keamanan dengan sigap mengamankan.
Ditemui usai rapat, Kepala Dinas PMD Buton Tengah, Armin mengatakan, kesimpulan mediasi sudah jelas bahwa Pemerintah Desa Polindu tetap melanjutkan pekerjaan pembangunan gedung serba guna di luar sertifikat yang sama-sama diklaim (tumpah tindih)
Lanjut kata dia, kesimpulan kedua merekomendasikan pihak-pihak terkait antara pemerintah desa dan pihak keluarga (alm) La Asa untuk menyelesaikan tumpang tindih sertifikat.
“Batas kewenangan Dinas PMD hanya sebatas kedua kesimpulan itu, yakni pemerintah desa melanjutkan pembangunan gedung serbaguna di luar tanah bersertifikat dan meminta kedua belah pihak menyesaikan sertifikat tumpang tindi atau dobel,” jelasnya.
Terpisah, keluarga Alm La Asa diwakili Diman Safaat, menilai rapat mediasi oleh Dinas PMD berjalan sepihak tanpa mempertimbangkan hasil tanggapan kedua belah pihak dalam rapat.
Diman pun dengan tegas menolak hasil kesimpulan mediasi tersebut, dan akan tetap memperjuangkan hak atas tanah milik almarhum kakeknya itu, meski telah dimediasi oleh Dinas PMD.
“Lokasi tanah pembangunan gedung serbaguna ini masih satu kesatuan tanah yang telah kami miliki sertifikatnya pada tahun 1999/2000. Oleh karena itu, perjuangan mencari keadilan hak tanah milik kami tidak akan terhenti sampai di sini. Kami akan melakukan langkah-langkah lanjutan,” ucapnya.
“Dalam waktu dekat kami akan melakukan aksi lanjutan menyampaikan aspirasi kepada Pj Bupati Buton Tengah, untuk meminta lokasi pembangunan gedung serbaguna dipindahkan ke lokasi tanah milik desa lainnya. Sebab, lokasi tanah itu saat ini masih sengketa,” ungkapnya.
Ia menambahkan, lokasi yang bakal dibangun gedung serbaguna Desa Polindu, sudah pernah dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Buton Tengah pada tahun 2018, melalui program Prona di Desa Polindu.
Namun, pada saat pembagian sertifikat tanah tahun 2021, sertifikatnya tidak diterbitkan. Sedangkan Diman menyebut biaya dari sertifikat itu sudah dibayar tunai melalui anggota BPD, yang mendampingi BPN saat melakukan pengukuran saat itu.
“Kami sudah mempertanyakan ke pihak BPN alasannya kenapa tidak diterbitkannya sertifikat atas nama Aziludin yang sudah selesai diukur dan telah dibayar biayanya administrasi, namun jawaban mereka tidak mendapatkan surat-surat garis ukur yang diantarkan oleh pemerintah Desa Polindu. Ini menandakan ada rencana di balik itu semua,” pungkasnya. ***Ahmad Subarjo
————————————————————–
Catatan: Hasil Konfirmasi Kepala Desa Polindu dapat dibaca di dalam berita berjudul : DPRD Buteng Keluarkan Dua Rekomendasi Kasus Sengketa Tanah di Desa Polindu
[…] Baca Juga: Mediasi Sengketa Tanah di Desa Polindu Nyaris Ricuh, Kesimpulan DPMD Buteng Ditolak […]