Mandalapos.co.id, Natuna – Pemerintah Kabupaten Natuna menggelar Diskusi Publik Kajian Resiko Bencana Tahap II. Kegiatan ini dibuka Sekretaris Daerah Natuna, Boy Wijanarko, di ruang rapat Kantor Bupati Natuna, Jalan Batu Sisir, Bukit Arai, Kamis (23/11/2023).
Menurut Boy, kegiatan ini merupakan rangkaian dari Penyusunan Dokumen Kajian Resiko Bencana Kabupaten Natuna.
“Hari ini kita melaksanakan diskusi publik untuk membuat dokumen penting tentang kajian risiko bencana di Natuna, hal ini kita lakukan agar risiko bencana dapat diminimalisir,” terang Sekda.
Sementara Peneliti Fakultas Teknik Geologi (FTG) Universitas Padjadjaran (Unpad), Nour Chaidir, memaparkan, setelah melakukan kajian selama 3 bulan di Kabupaten Natuna maka disimpulkan ada 7 potensi bencana alam yang bisa terjadi di Natuna.
“Tujuh bencana ini meliputi banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, serta longsor,” sebutnya.
Chaidir menjelaskan, dari tujuh bencana alam yang terjadi di Natuna ini, lima diantaranya memiliki risiko tinggi yakni, banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi dan kebakaran hutan dan lahan.
Terkait hal ini, Chaidir meminta kepada pemerintah daerah agar segera melakukan mitigasi struktural dan non struktural berupa peningkatan infrastruktur dan menyiapkan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pencegahan mitigasi bencana.
“Seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning untuk mitigasi struktural, sedangkan untuk non struktural contohnya, UU PB atau Undang-Undang Penanggulangan Bencana, pembuatan tata ruang kota, atau aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas warga,” paparnya.
Sementara terkait dengan infrastruktur mitigasi bencana di Natuna, Nour Chaidir menyampaikan masih banyak kekurangan sehingga perlu upaya peningkatan kapasitas dari pemerintah daerah itu sendiri.
“Dalam hal ini seluruh stakeholder pemerintah daerah harus pintar membaca bagaimana langkah atau upaya yang dilakukan dalam pembuatan atau perencanaan terkait infrastruktur tersebut, tidak mungkin satu OPD bisa melakukan hal ini namun seluruh stakeholder harus saling bekerjasama,” tutupnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna, Raja Darmika.
Menurutnya, untuk meminimalisir terjadinya korban akibat bencana alam di Kabupaten Natuna perlunya upaya penguatan kapasitas masyarakat dalam hal penanggulangan bencana.
“Kalau selama ini kita hanya melakukan penguatan lebih kepada kelembagaan maka ke depan penguatan ini harus kita lakukan lebih kepada masyarakat, karena jika kita lihat dari pemaparan yang disampaikan oleh tim peneliti tadi kapasitas masyarakat dan suatu daerah itu sangat rendah, ini harus menjadi perhatian kita bersama bagaimana ke depan harus ada upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana,” sebutnya.
Raja Darmika melanjutkan, kapasitas seperti apa yang harus ditekankan kepada masyarakat, yakni peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan dan daerah rawan bencana.
“Supaya ke depan masyarakat paham tentang kebencanaan, ini tidak wilayah-wilayah yang rawan bencana malah dibangun rumah. Kalau sudah terlanjur bangun rumah maka masyarakat harus paham dan tahu tanda-tanda akan terjadinya bencana sehingga mereka bisa mengantisipasi agar tidak menjadi korban,” terangnya.
Dengan kajian risiko bencana ini, Raja Darmika berharap kebijakan terkait dengan pembangunan yang ada di Natuna sudah berorientasi pada bagaimana menanggulangi bencana.
“Maksudnya ketika membangun sebuah bangunan maka sudah direncanakan dengan baik, ketika membangun dengan cut and fill maka harus antisipasi longsornya, kalau bangun di wilayah rendah maka pikiran drainasenya jangan bangun asal-asalan,” tutupnya. **(ADVERTORIAL)
*Alfian