MANDALAPOS.co.id, Jakarta- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang pengadaan vaksin serta vaksinasi COVID-19.
Perpres itu ditetapkan di Jakarta pada 9 Februari dan diundangkan pada 10 Februari Presiden Jokowi.
Dikutip Mandalapos dari laman JDIH Setneg, Senin (15/2). Berikut isi Perpres tersebut:
Masyarakat yang sudah ditetapkan sebagai penerima vaksin tetapi tidak ikut vaksinasi COVID-19 akan dikenai sanksi.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 13A ayat (4) Perpres.
Pasal 13A
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
c. denda.
“Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya,” bunyi Pasal 13A ayat (5) Perpres.
Selain sanksi administratif, Jokowi mengatur bahwa masyarakat penerima vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti program ini dapat dikenai sanksi sesuai UU yang berlaku. Berikut bunyinya:
Pasal 13B
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID- 19, yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (a) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.
Selain menatur sanksi, Perpres yang sekaligus merevisi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 ini turut mengatur ihwal kejadian ikutan pasca-imunisasi Covid-19.
Pemerintah akan memberikan kompensasi apabila ada kasus cacat atau meninggal yang dipengaruhi produk vaksin COVID-19.
Dalam Pasal 15A disebutkan bahwa pemantauan kejadian ikutan pasca-vaksinasi COVID-19 dilakukan pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi,” bunyi Perpres Nomor 14/2021 Pasal 15A ayat (3).
Kemudian, dalam Pasal 15B disebutkan ada kompensasi dari pemerintah jika produk vaksin COVID-19 menimbulkan kecacatan atau kematian. Kompensasi ini berupa santunan cacat atau santunan kematian. Berikut isi pasal 15B:
(1) Dalam hal terdapat kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi yang dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana dimaksud dalam pasal l5A ayat (3) dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau meninggal, diberikan kompensasi oleh pemerintah.
2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa santunan cacat atau santunan kematian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, bentuk, dan nilai besaran untuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Hal tersebut diatur dalam ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pasal 11 yang sudah diubah dari Perpres 64/2020. Berikut bunyinya:
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) sebagaimana tercantum dalam kontrak atau kerja sama dan/atau kegagalan pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor lzin Edar (NIE) Vaksin COVID-19, pelaksanaan kontrak atau kerjasama dalam pengadaan Vaksin COVID-19 dapat dihentikan.
(2) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak atau kerja sama dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak atau kerja sama menjadi tidak dapat dipenuhi meliputi keseluruhan proses pengadaan Vaksin COVID-19 termasuk penyerahan Vaksin COVID-19
Dalam Perpres ini, juga dijelaskan tiga skema pengadaan vaksin COVID-19, yaitu:
- Penugasan kepada badan usaha milik negara;
- Penunjukan langsung badan usaha penyedia; dan/atau
- Kerja sama dengan lembaga/badan internasional.
***red