Mandalapos.co.id, Natuna – Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten Natuna dan seluruh stakeholder terkait. Bagai fenomena gunung es, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Natuna belum seluruhnya terangkat kepermukaan. Tak sedikit, orang tua maupun anak yang belum berani angkat bicara terkait peristiwa yang menimpanya.
Alasan aib keluarga, turut menjadi faktor yang membuat kasus-kasus kekerasan terhadap anak tidak terungkap, bahkan hingga bertahun-tahun.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Natuna, kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi perhatian serius. Hingga saat ini, tercatat ada 38 kasus kekerasan seksual dan persetubuhan terlarang yang melibatkan orang tua dan anak. Namun, jumlah kasus ini sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 46 kasus .
“Semua kasus tersebut sudah diproses hingga ke tingkat kepolisian dan telah mendapat keputusan,” ungkap Kepala DP3AP2KB Natuna, Sri Riawati, Rabu, 26 September 2024.
Menurut Sri, Pemkab Natuna melalui DP3AP2KB terus aktif menggelar sosialisasi dan pendampingan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini untuk menegaskan, bahwa perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan adalah hal yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Kami terus aktif memberikan pendampingan kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan, baik kekerasan fisik, bullying, hingga kekerasan seksual,” ujar Sri .
“Kekerasan terhadap anak itu banyak macamnya, mulai dari bullying, kekerasan fisik seperti pemukulan, hingga kekerasan seksual berupa pelecehan dan persetubuhan terhadap anak. Kami terus berusaha masuk ke sekolah-sekolah dan masyarakat untuk memberikan sosialisasi, dan program ini terus berjalan,” jelasnya.
Selain pendampingan, DP3AP2KB Natuna juga semakin menggencarkan sosialisasi di masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan anak.
Upaya itu dilakukan dengan berbagai pendekatan, termasuk sosialisasi kepada orang tua, masyarakat, sekolah, dan anak-anak. Forum Anak juga turut dilibatkan sebagai pelopor perlindungan anak di daerah masing-masing.
“Kami terus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Polres dan penyuluh agama, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat,” ujar Sri.
Sri menilai, peningkatan jumlah laporan kasus kekerasan tidak selalu berarti situasi semakin memburuk, tetapi justru menandakan kesadaran masyarakat yang lebih terbuka untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan.
“Kasus kekerasan meningkat karena sosialisasi yang kami lakukan semakin sering, sehingga masyarakat kini lebih berani untuk melaporkan jika melihat kekerasan, baik terhadap perempuan maupun anak-anak. Dengan adanya pelaporan, kita bisa lebih cepat melakukan penanganan,” tambah Sri.
Sri berharap masyarakat lebih proaktif dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan. Ia menegaskan bahwa keberanian untuk melaporkan kekerasan merupakan langkah penting dalam penanganan kasus.
“Kadang ada kasus yang sudah bertahun-tahun baru terungkap. Oleh karena itu, kami berharap jika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, masyarakat segera melapor. Jangan diam, karena hal ini sangat penting untuk melindungi mereka,” tambahnya.
Sebagai penutup, Sri mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak sangat berbahaya dan berdampak buruk pada masa depan mereka.
“Miris sekali melihat kasus kekerasan seksual di Natuna. Jagalah anak-anak kita, karena kekerasan terhadap mereka akan berdampak besar bagi masa depan mereka,” tutup Sri. *(ADVERTORIAL)
*Laporan: Alfian