Langgar Izin Sewa, Dishub LH Anambas “Sulap” Tanah Wakaf Jadi Tempat Sampah Sementara

0
1593

mandalapos.co.id, Anambas– Bau busuk tercium saat melintasi Jalan Kampung Melayu, Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA). Aroma menyengat itu berasal dari tempat sampah sementara yang berada persis di seberang TPU Kampung Melayu.

Usut punya usut,  lokasi tersebut ternyata tanah wakaf Masjid Jamik Baiturrahim, yang dikontrak atau disewa Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup (Dishub LH) KKA, untuk tempat pembuangan sampah sementara dan parkir mobil sampah.

Ditemui mandalapos di kantornya, Kepala Dishub LH Anambas, Ekodesi Amrialdi, membenarkan bahwa lokasi di seberang TPU dimanfaatkan untuk tempat parkir kendaraan sampah dan pembuangan sementara.

“Sampah dari Tarempa langsung dimasukan ke lori, sampah itu dikumpulkan, kemudian dimasukan ke mobil di situ, karena itu sama seperti tong sampah sementara sebelum dibawa ke depo,” tutur Ekodesi, Senin 28 Juni 2021.

Dirinya juga tak menampik bahwa tanah tersebut berstatus kontrak atau sewa tanah wakaf milik mesjid. Bahkan Ekodesi mengklaim tempat tersebut dikontrak untuk tempat sementara pemindahan sampah selama 25 tahun.

Pernyataan Ekodesi jelas berbanding terbalik dengan temuan mandalapos. Dimana dalam surat permohonan menggunakan lokasi kepada pengurus Nazir tanah wakaf Mesjid Baiturrahman, lokasi tersebut akan dipergunakan untuk dibangun tempat parkir mobil sampah Kabupaten Kepulauan Anambas.

Semakin aneh, surat permohonan bertanggal 14 Oktober 2013 itu, tak lengkap dengan kop surat resmi pemerintah daerah ataupun  Badan Lingkungan Hidup Anambas sebagaimana lazimnya surat resmi.

Padahal, permohonan itu diajukan oleh pemohon bernama Drs. Zukhrin (atas nama BLH Anambas), yang tak lain dirinya adalah Kepala BLH saat itu.

Sementara kontrak selama 25 tahun sebagaimana klaim dari Dishub LH Anambas, ternyata tidak dibunyikan dalam surat izin dari pengurus Nazir tanah wakaf, baik yang diminta oleh pemohon ataupun disepakati secara tertulis.

Dengan temuan mandalapos, tentu pernyataan Ekodesi sang Kadishub LH patut dipertanyakan. Pasalnya lokasi tanah wakaf yang awalnya dikontrak untuk tempat parkir mobil sampah, kini “disulap” menjadi pembuangan sampah sementara.

Parahnya, Dishub LH terkesan tutup mata lantaran sampah yang bertumpuk di lokasi tersebut, berserakan ke badan jalan dan pemakaman umum karena dibawa anjing liar.

Hal ini pun membuat warga sekitar yang tinggal berdampingan dengan tempat sampah tersebut kesal. Termasuk warga yang tengah berziarah kubur, namun malah melihat kuburan tersebut penuh sampah.

Barulah sekitar sebulan lalu, setelah pemberitaan media lokal di Anambas gencar menyoroti sampah berserakan di jalan Kampung Melayu, Dishub LH akhirnya memagari lokasi sampah tersebut dengan pagar seng.

lokasi tempat pembuangan sampah sementara sebelum dipagar Dishub LH

Temuan mandalapos ini juga diperkuat dengan pernyataan Ketua pengurus Nazir Tanah Wakaf Mesjid Baiturrahim Tarempa, Ramli. Menurutnya keberadaan tempat sampah tersebut tak layak berada di lokasi tanah wakaf. Apalagi disekitar tanah itu juga terdapat pemakaman dan dekat rumah penduduk.

Ramli pun menepis pernyataan bahwa tanah wakaf yang kini dijadikan tempat sampah sementara oleh Dishub LH telah dikontrak selama 25 tahun.

“Jadi tidak ada itu kontrak selama 25 tahun.
Tolong cari tempat baru lah, biar aman ga ganggu masyarakat. Itu tempat ziarah kubur juga, saya minta pemda ambil sikap cari tempat baru,” tegas Ramli.

Selain jelas telah mengangkangi ketentuan izin sewa tanah wakaf, Dishub LH sebagai pengelola sampah daerah pun diduga melanggar Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.

Dimana pada pasal 41 ayat 1 undang-undang tersebut, berbunyi Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan /atau perusakan lingkungan diancam dengan  pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Penelusuran mandalapos tak sampai disitu, pada edisi berikutnya akan ditelusuri kemana  pembayaran sewa tanah wakaf yang diklaim telah disewa selama 25 tahun, dan berapa besarannya.

***Tim mandala

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini