mandalapos.co.id, Indramayu– Menyikapi maraknya praktek Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Bupati Indramayu Nina Agustina Da’i Bachtiar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu mensosialisasikan Pencegahan kekerasan terhadap Perempuan dan anak serta Advokasi Kebijakan Pendampingan Layanan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban TPPO.
Acara ini digelar di Aula Balai Desa Totoran Kecamatan Pasekan mulai Senin (27/9) hingga Selasa (28/9).
Kepala DP3A Kabupaten Indramayu, Sri Wulaningsih, menyampaikan bahwa Bupati Indramayu Nina Agustina menginstruksikan agar jajaran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta instansi terkait lainnya yang tergabung dalam Tim Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terus melakukan pencegahan perdagangan manusia sedini mungkin. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi kasus perdagangan manusia di Indramayu.
Salah satu upaya pencegahan adalah dengan menyelenggarakan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, masyarakat dan stakeholder lainnya.
Menurut Wulan, manakala terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, hendaknya masyarakat jangan segan-segan untuk melaporkan melalui P2TP2A, yang di dalamnya terdiri dari beberapa unsur terkait termasuk unsur dari Kepolisian.
Begitu juga terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), untuk segera melaporkan pada pihak penegak hukum.
“Masih adanya kasus TPPO menjadi keprihatinan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Indramayu di bawah kepemimpinan Ibu Nina. Untuk itulah DP3A terus berupaya melakukan berbagai langkah guna terus mengurangi jumlah kasus TPPO di Kabupaten Indramayu seoptimal mungkin,” ujar Wulan.
Sementara itu Ketua DPC SBMI Kabupaten Indramayu Juwarih memaparkan, kasus TPPO di Kabupaten Indramayu dari tahun ke tahun grafiknya menurun. Menurutnya, pada tahun 2019, jumlah kasus TPPO di Indramayu mencapai 57 kasus dengan rincian sebanyak 11 laki-laki dan 46 perempuan.
“Pada tahun 2020, jumlah kasus TPPO menurun menjadi 34 kasus dengan korban berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang dan perempuan sebanyak 27 orang. Sampai September 2021, jumlah kasus TPPO kembali menurun menjadi 27 orang dengan korban laki-laki 8 orang dan perempuan 19 orang,” katanya.
Menurut Juwarih, guna meminimalisir terjadinya kasus TPPO di masa mendatang, ia memberikan usulan kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu di antaranya merevisi Peraturan Daerah No. 14/2005 Tentang Pencegahan dan Pelarangan Trafficking Untuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak Di Kabupaten Indramayu.
Serta, merevisi SK Bupati Indramayu Tentang Pembentukan Gugus Tugas TPPO, melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, pemerintah desa, tokoh agama, masyarakat, pemuda, penegakan hukum, dan menaikkan anggaran APBD.
Sementara itu, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Indramayu Aipda Sunanto yang menjadi salah satu pembicara pada kegiatan tersebut menyampaikan berbagai peraturan perundangan terkait dengan TPPO.
Sunanto menyebut, setiap Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus memenuhi persyaratan seperti berusia minimal 18 tahun, memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosal, serta memiliki dokumen yang dipersyaratkan.
***Resman.S