mandalapos.co.id, Natuna– Sejak berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, daerah-daerah berkarakteristik kepulauan adalah yang paling besar merasakan dampaknya.
Salah satu yang paling memberatkan adalah pembagian zonasi kewenangan pada Lautan dan sumber daya alam di dalamnya.
Pada Pasal 27 ayat (1) UU No. 23/2014, Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada di wilayahnya, yang dihitung mulai dari 0 sampai 12 mil laut, sementara diatas 12 Mil akan dikelola pemerintah pusat, sedangkan Kabupaten/Kota kewenangannya ‘mentok’ dibibir pantai alias tidak mendapat kewenangan di laut.
Hal ini menjadi ‘pil pahit’ yang harus ditelan Daerah Kepulauan, seperti Provinsi Kepri dan khususnya Kabupaten Natuna. Pasalnya, laut merupakan ‘ladang’ uang bagi perekonomian daerah tersebut.
Contohnya saja Kabupaten Natuna, Daerah Bermoto Laut Sakti Rantau Bertuah ini, harus kehilangan ‘kesaktian’ di lautnya sendiri, lantaran kewenangan untuk mengelola sumber daya kelautan tak lagi ada.
Kepala Dinas Perikanan Natuna, Zakimin, mengatakan saat ini pemerintah kabupaten Natuna sulit untuk membantu nelayan secara keseluruhan, hal ini dikarenan ada UU nomor 23 tahun 2014 yang membatasi kewenangan pemda.
Mengakali beleid itu, Zakimin mengatakan hanya bisa mengandalkan dana DAK untuk membantu para nelayan lokal.
“jadi kalau bantuan kapal tidak ada, namun untuk bantuan peralatan kapal itu dari dana DAK. bantuan ini juga melalui usulan musrenbang, mereka butuh banyak, tapi tidak bisa dibantu semua. kemarin dibantu Fish Finder dan box fiber. Namun itu bantuan ini dalam nomenkelatur dana DAK, kalau melalui APBD tidak ada,” Kata Zakimin di kantornya kamis (30/9/21).
“karena kewenangan kita hanya sampai bibir pantai, jadi sudah terkunci disitu, tidak bisa kita mengusulkan dari APBD. Jadi kita usulkan dari provinsi dan pusat,’’ tambahnya.
Lanjut zakimin, usulan nelayan yang sudah kita sampaikan ke Provinsi pasti tidak semuanya bisa di akomodir, karena di provinsi kepri juga terdapat kabupaten/kota lainnya.
Untuk itu, sambung zakimin, dengan jumlah nelayan natuna yang mencapai 10 ribu orang, maka untuk mengakomodir usulan-usulan dari nelayan se-natuna, jalan satu-satunya pemerintah daerah harus proaktif menemui kementerian terkait.
“memang keinginan bupati dalam visi misi perikanan natuna ini lebih besar lagi, kita harus proaktif menyampaikan kepusat terkait program yang diiginkan seperti ekonomi khusus maritim salah satu sektornya ya perikanan. Dengan demikian nanti itu akan dibuat struktur untuk kawasan ekonomi khusus,” sebutnya.
Zakimin berharap kedepannya hasil tangkapan nelayan natuna meningkat di wilayah WPP. Karena selama ini hasil tangkapan nelayan di area tersebut hanya sekitar 20 persen.
“122 ribu ton pertahun dilokasi WP 711, dari laporan produksi kita itu baru sekitar 15-20 persen yang baru bisa dimanfaatkan. itu yang ada data di kita, untuk sisanya kita tidak tahu, karena kapal-kapal ada izin dari pusat, provinsi, jadi kita tidak tahu jumlah tangkapannya,” tutupnya.
*** Alfiana
Hasil liputan kolaborasi peserta In House Training Jurnalistik Maritim Berwawasan Kebangsaan yang digelar oleh LPKW UPN Veteran Yogyakarta bekerjasama dengan Kedubes Amerika Serikat di Indonesia, Zona_3 Natuna-Anambas.