Mandalapos.co.id, Indramayu – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu, Dadang Oce Iskandar, membenarkan ada dua orang yang diperiksa oleh Polres Indramayu, diantaranya inisial D eks pejabat BPBD dan C pejabat aktif.
Mengutip Fokuspantura, Kamis (18/11/21). Mereka berdua diperiksa terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi dana refocusing Covid-19 di Kabupaten Indramayu tahun 2020 sebesar Rp 196 miliar, pada pos Belanja Tak Terduga (BTT) pengadaan masker dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Indramayu.
Kapolres Indramayu AKBP M Lukman Syarif melalui Kasat Reskrim Polres Indramayu AKP Luthfi Olot Gigantara mengatakan, pemeriksaan kedua orang tersebut dilakukan guna penguatan bukti penetapkan tersangka. selain itu, tidak menutup kemungkinan pihaknya juga akan kembali memeriksa saksi-saksi lain diluar kedua orang tersebut.
Menurutnya, pemeriksaan itu, nantinya akan semakin menguatkan bukti-bukti dari para calon tersangka yang melakukan dugaan tindak pidana korupsi terhadap proses pengadaan barang dan jasa 2,5 juta masker.
“Setelah dua orang yang kita mintai keterangan ini, kemungkinan nanti ada keterangan dari saksi-saksi lain,” ujar dia, Kamis (18/11/2021).
Sementara itu, Kuasa Hukum Terperiksa C, Khalimi, mengungkapkan, walaupun tindak pidana korupsi salah satu yang dikecualikan dari restoratif justice, alangkah baiknya jika terperiksa telah mengembalikan uang diduga hasil gratifikasi yang nilainya relatif kecil, untuk tidak dilanjutkan ke tahap pengadilan.
“Hitungan saya, jika terdakwa disidangkan di pengadilan tipikor karena dugaan gratifikasi relatif kecil, tidaklah sebanding dengan biaya operasional pulang pergi Indramayu-Bandung,” ungkap Khalimi.
Menurutnya, sebuah ironi dalam kasus ini, dimana suasana pemeriksaan atau audit dilalukan saat meredanya situasi Pandemi Covid-19, tentu sangat berbeda dengan suasana yang dirasakan pada saat situasi darurat, dimana posisi terperiksa saat itu telah berkontribusi besar dalam penanganan Covid-19.
Seperti halnya pemeriksaan atau audit dilakukan tidak pada saat musibah banjir bandang, namun diperiksa saat kemarau di mana masyarakat sudah pulih normal aktivitasnya.
” Idealnya, pemeriksaan atau audit oleh institusi manapun, mestinya dilakukan pada saat situasi darurat. Jangan pada saat usai keadaan darurat agar merasakan langsung kenapa dilakukan. Potensi perbuatan melawan hukum terhadap aparatur sipil negara sangat terbuka jika pemeriksaan atau audit dilakukan pasca situasi darurat. Situasi batinnya sungguh berbeda. Maaf ini usulan,” tegas dosen pasca UTA’45 Jakarta ini.
Khalimi mengaku, akan berjuang membela kliennya dengan merujuk pada jaminan keamanan atau efektivitas hukum yang pernah diterbitkan berupa Perpu No. 1 Tahun 2020, dimana pada pokok intinya bahwa aparatur sipil negara yang melaksanakan tugas penanganan Covid -19 secara ikhlas beritikad baik tidak dapat dituntut baik secara pidana dan atau perdata.
“Kami akan berjuang untuk dilakukan penanggulangan penahanan nantinya, apalagi pihak istri juga sudah menjamin dan bertanggungjawab untuk tidak melarikan diri dan atau menghilangkan barang bukti,” pungkasnya. (Resman S)