MANDALAPOS.co.id,JAKARTA- Penggerebekan sebuah klinik aborsi ilegal yang beroperasi di Jakarta mengegerkan publik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, klinik aborsi ilegal itu diketahui telah mengugurkan 32.760 janin sejak beroperasi dari tahun 2017 lalu. Sepuluh orang ditetapkan jadi tersangka dalam penggrebekan ini.
“Dihitung dari 2017, ada 32 ribu lebih janin, 32.760 janin yang sudah digugurkan. Ini yang sudah kita hitung, masih kita dalami lagi,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, di Mapolda Metro Jaya, Rabu 23 September 2020.
Polisi mengungkap alasan banyak pasien perempuan yang mau menggunakan jasa aborsi ilegal di klinik aborsi Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat. Salah satunya karena para wanita itu hamil di luar nikah.
“Memang rata-rata pelaku yang melakukan penguburan janin pertama adalah mereka hamil di luar nikah. Itu rata-rata terbesar hamil di luar nikah,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis 24 September 2020.
Kemudian, alasan lainnya adalah terkait identitas pasien. Identitas pasien aborsi yang menggunakan jasa aborsi ilegal di sana tidak memerlukan identitas asli atau identitasnya bisa dihilangkan.
Seperti diketahui, dalam sehari klinik ini bisa melayani 5-6 orang. Sudah 32 ribu janin digugurkan di sana.
“Biasanya orang yang melakukan aborsi di klinik ilegal ada satu yang buat mereka mau, karena dia punya identitas bisa dihilangkan, tidak sesuai KTP,” katanya.
Sepuluh orang tersangka dalam kasus ini, yaitu LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25) memiliki peran yang berbeda-beda.
Dijabarkan, tersangka LA berperan sebagai pemilik klinik, DK sebagai dokter, NA sebagai kasir, MM sebagai petugas USG, YA dan LL sebagai pembantu dokter. Kemudian, RA sebagai penjaga pintu klinik, ED sebagai cleaning servis dan pejemput pasien, SM sebagai pelayan pasien, dan RS sebagai pasien.
Tersangka DK adalah oknum dokter yang melakukan tindakan aborsi ke pasiennya. Dia bukanlah dokter bersertifikat. LA selaku pemilik klinik merekrut DK untuk menjadi dokter aborsi. Tersangka DK dibantu pelaku YA dan LL ketika melakukan aborsi.
“(Pelaku) DK lulusan universitas (di) Sumatera Utara, dia pernah melakukan koas (Co-assistant) di salah satu rumah sakit sana dan hanya berlangsung sekitar 2 bulan. Sehingga yang bersangkutan DK tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter,” ungkapnya.
“Karena dia tidak sampai selesai, kemudian direkrut oleh si pemilik klinik untuk lakukan praktik aborsi,” tambahnya.
Atas perbuatannya para tersangka dikenakan Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 dan atau Pasal 349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A.
Kemudian, juncto Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Laporan: RED