Mandalapos.co.id, Natuna – Bupati Natuna berupaya mempertahankan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) pada tahun anggaran 2024. Menurut Plt Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Edi Rianto, melalui dinasnya Pemkab Natuna menggelontorkan anggaran sebesar RP 455 Juta untuk program RTLH.
Diungkapkan Edi, sejatinya program RTLH ini adalah kegiatan rutin Dinas Perkim, dimana sejak tahun 2015 hingga 2021 menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Tahun 2022 hingga 2023 menggunakan anggaran APBD Natuna dan APBN.
Sayangnya, di tahun 2024 ini Natuna tidak lagi mendapatkan alokasi DAK maupun APBN untuk kegiatan RTLH tersebut.
“Tetapi Pak Bupati berusaha mempertahankan program RTLH ini dengan menggunakan anggaran APBD Natuna, karena kegiatan ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Edi saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Rabu (22/5).
Lanjut diterangkan Edi, dengan anggaran terbatas itu, program RTLH ini akan dilaksanakan di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Midai, Pulau Tiga, Bunguran Timur, dan Serasan. Setiap kecamatan nantinya akan menerima bantuan 2 unit RTLH.
“Bentuk kegiatannya ada rehab dan juga ada bangun baru. Untuk rehab anggarannya disesuaikan dengan keadaan rumah dari penerima, untuk bangun baru sekitar Rp50 juta,” sebutnya.
Saat ini, kata Edi, pelaksanaan program RTLH masih menunggu SK Bupati yang sedang digodok oleh Bagian Hukum Setda Natuna. Sedangkan penunjukan penerima program RTLH, juga tidak serta merta asal ditetapkan oleh pihaknya, melainkan melalui proses verifikasi berdasarkan data usulan dan survey lapangan.
Menambahkan penjelasan Kadis Perkim, Kepala Bidang (Kabid) Permukiman, Suratmojo, mengatakan fasilitator di lapangan merupakan perpanjangan Dinas Perkim yang ikut mengawasi jalannya kegiatan agar tepat sasaran dan efisien.
Adapun tugas lain dari fasilitator adalah menghitung kebutuhan anggaran yang dibutuhkan dan membuat gambar perencanaan hingga pengawasan pelaksanaan di lapangan.
Menurut pria yang akrab disapa Jojo itu, program RTLH ini dilaksanakan dengan konsep pemberdayaan masyarakat sehingga dikerjakan secara swakelola.
“Dalam swakelola ini ada yang namanya incash dan inkind, incash ini swadaya berupa uang, jadi misal dari kita standartnya berdasarkan juknis itu bangun baru tipe rumah 36, jika dia mau bangun lebih besar bisa saja, tapi biaya selebihnya ditanggung sendiri. Sedangkan inkind itu dia bisa wujudkan (swadaya) berupa bentuk material, upah, konsumsi, atau tenaga tukang,” jelas Jojo.*
*ALFIAN