Probolinggo – Layanan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS), dinilai belum berjalan maksimal oleh Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPD APERSI) Kota Probolinggo.
Bahkan developer sampai harus menunggu selama berbulan- bulan. Sehingga merepotkan para developer yang harus bertahan di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPRD Kota Probolinggo bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Apersi Kota Probolinggo, Kamis (11/11/2021).
“Saya mendapat banyak keluhan dari para anggota tentang layanan perizinan online atau OSS yang tidak maksimal,” ujar Amnari Ketua DPD Apersi Korwil Kota dan Kabupaten Probolinggo.
“Salah satu dampak yang sangat laten ialah terhambatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh developer, termasuk pembangunan hunian bagi masyarakat. Sistem tidak siap soal IMB online, terkesan ada saling lempar antar OPD,” tegasnya.
Lanjut Amnari Akibat hal itu, banyak developer yang tidak bisa akad kredit karena pemerintah daerah tidak bisa mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) karena menggunakan sistem baru.
“Kami berharap, semestinya perizinan online dapat lebih memudahkan para developer. Terlebih, di tengah pandemi Covid-19 saat ini, para pengembang tengah berupaya bertahan di bawah tekanan,” ucap Amnari.
Mengamini laporan APERSI, Ketua Komisi III DPRD Kota Probolinggo, Agus Riyanto, mengatakan belum maksimalnya perizinan online itu berdampak kepada beberapa aspek. Seperti ketidakpastian hukum dan kerugian akibat investasi yang mandeg.
“Otomatis karena izin tiak ada, pengembang tidak bisa membangun dan hal itu meresahkan banyak pihak,” tuturnya.
Agus menilai potensi sektor properti bisa mengungkit ekonomi di tengah pandemi. Namun dengan kendala teknis soal pelayanan perijinan melalui sistem online, pengembang akhirnya tak bisa menjalankan usahanya.
Selain itu, Agus Riyanto meminta DPMPTSP melakukan diskresi terhadap UU Cipta Kerja di sektor properti dan turunannya terutama berkaitan dengan masalah perizinan yang menghambat investasi.
“Untuk itu, kami berharap pemda mengeluarkan satu diskresi sehingga roda pengusaha bisa tetap berjalan karena banyak hambatan dalam pelaksanaanya yang mungkin disebabkan sosialisasi yang belum sempurna dan mungkin aplikasi masih mengalami trial and error,” pintanya.
Dilain sisi, Kepala DPMPTSP Kota Probolinggo, Muhammad Abbas menjelaskan, dalam UU Cipta Karya dan aturan turunanya di sektor properti banyak hal yang berubah. Sebelumnya dalam membangun properti izin yang diperlukan adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi kini berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Meski belum bisa menggunakan OSS karena terkendala infrastruktur dan Sumber Daya Manusia, pihaknya masih memikirkan apalagi langkah yang diminta Komisi III melakukan diskresi atau kembali dengan manual.
“Saya akan koordinasikan terlebih dahulu, apakah langkah diskreasi yang kita gunakan atau kembali ke cara manual. Sebab, masih terkendala dengan infrastruktur dan sumber daya manusia,” pungkasnya. ***Yul