Oleh: Kiki Setepanti / Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji, program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
B.M Syamsuddin merupakan salah satu Sastrawan Kepulauan Riau yang telah menerbitkan beberapa karya nya yaitu : Roman Sejarah Dampak dan Jalak (1983), Tun Biajid I dan II (1983), Sekeliling dengan Sepasang, Terompah Nik Gasi, Batu Belah Batu Batu Betangkup, Ligen, Harimau Kuala, Dua Beradik, Cerita Rakyat dari Riau 1 (1993), Cerita Rakyat dari Riau 2 (1995), Cerita Rakyat dari Batam (1995), Mendu Kesenian Rakyat Kepulauan Natuna (1982), Seni Peran Makyong Khazanah Budaya Bangsa (1983), Kumpulan Cerpen Bersama Kado Istimewa (1982) dan Pertemuan Kedua (1995). B.M Syamsuddin dilahirkan di Natuna Kepulauan Riau, 10 Mei 1935 dan menutup usia pada 20 Februari 1997.
Istri petani kelapa telah berubah menjadi seekor ikan duyung karena memakan buah setu terlalu asyik. Lupa diri dengan air laut pasang penuh, lantaran memenuhi idaman jabang bayi dalam kandungannya. Ia berubah wujud dalam keadaan hamil “perut buyung” atau buncit. “Ikan buyung” kata para nelayan pada zaman itu. Lama-kelamaan, kata buyung itu mengembang sebutannya menjadi “duyung.”
‘Istri petani kelapa telah berubah menjadi seekor ikan duyung karena memakan buah setu terlalu asyik.’ Ini memiliki arti bahwa istri dari seorang yang bekerja sebagai petani kelapa telah berubah menjadi seeokor ikan duyung yang disebabkan terlalu nikmat memakan buah setu atau sering disebut dengan lamun-lamun rumput laut yang dalam bahasa daerah natuna “latoh”.
‘Lupa diri dengan air laut pasang penuh, lantaran memenuhi keinginan jabang bayi dalam kandungannya.’ Maksudnya seorang istri lupa pulang ke daratan sampai air laut pasang yang bahkan melewati batas dada sang istri karena mengikuti keinginan atau sering disebut dengan ngidam bawaan bayi yang ada di dalam rahimnya.
‘Ia berubah wujud dalam keadaan hamil “perut buyung” atau buncit.’ Artinya istri seorang petani kelapa tersebut berubah menjadi seekor ikan duyung dalam keadaan hamil dengan kondisi perut yang besar atau hamil tua.
“Ikan buyung” kata para nelayan pada zaman itu. Lama-kelamaan, kata buyung itu mengembang sebutannya menjadi “duyung.”’ Dimana orang tua pada zaman dulu mengenal ikan buyung bukan ikan duyung tapi dengan perkembangan zaman seperti sekarang ikan buyung tersebut sering dikenal dengan sebutan ikan duyung.
‘Duyung termasuk binatang langka dewasa ini dan patut dilindungi. Dagingnya enak seperti daging rusa. Taring Duyung jantan dibuat perhiasan seperti gading gajah, sedangkan air mata duyung betina diperlukan oleh laut, Pesuku, diramu menjadi “minyak air mata duyung”. Minyak air mata duyung ini digunakan sebagai “pelaris” atau “pekasih” yang tersohor, sejenis “minyak senyongnyong”. Orang Laut atau Pesuku memakainya sebagai pemanis wajah, seperti kebiasaan kita memakai alat pesolek atau kosmetik. Asal usul ikan duyung itu termaasuk dongen lama yang mengandung suatu kepercayaan. Oleh karena itu, dongeng ini termasuk sebuah mitos.’ Artinya kita sebagai manusia yang sempurna dan memiliki akal hewan seperti ikan duyung yang terbilang langka harus kita lindungi dan kita jaga, dimana daging dari ikan duyung itu tak kalah enak dengan daging rusa.
Taring dari ikan duyung jantan seringkali dibuat berbagai hasil karya seni seperti perhiasan yang sama seperti gading gajah, di sisi lain ikan duyung betina air matanya dibutuhkan oleh lautan, atau orang suku laut, yang biasa digunakan untuk dibuat “minyak air mata ikan duyung” atau lebuh dikenal dengan sebutuan “parfum”pada zaman sekarang, yang digunakan oleh orang suku laut sebagai pemikat atau orang yang berada dekat mereka akan tetarik kepada mereka.
Tetapi cerita rakyat ini bisa dikatakan sebagai mitos karena semua tergantung kepada kepercayaan setiap individu baik yang baru membaca cerita ini atau sudah mengetahui kisah ikan duyung sejak lama.
Lalu apakah ikan duyung itu bermula muncul dari sosok seorang istri petani kelapa tadi?.
Ikan duyung juga sering kita sebut dengan ikan dugong yang bukan menyerupai manusia tetapi atas dasarnya adalah berbentuk hewan yang berupa ikan, semua tergantung kepada kepercayaan pada setiap orang, ada banyak yang kerap membicarakan sosok ikan duyung yang berwujud manusia, tetapi coba kita alihkan pikiran, jika ikan duyng bewujud manusia dimana manusia pada umumnya adalah makhluk hidup yang bisa bertumbuh dan berkembang di daratan lalu bagaimana dia bisa bertahan dengan begitu lama di dalam lautan?, tentu saja itu hal yang tidak bisa ada didalam nalar, tetapi jika cerita ini kita buat dalam bentuk terbaru tanpa mengurangi nilai yang terkandung dalam cerita asalnya dan tidak melanggar hak cipta maka ada baiknya cerita ini dikisahkan dengan tema yang berbada dengan membangun unsur intrinsik dari tokoh utama yang berasal dari hewan pula seperti kera yang berubah menjadi ikan duyung karena sumpahnya yang telah lelah menjadi hewan seperti kera.
Lalu pesan yang bisa diambil dari cerita ini dimana dalam wujud apapun kita, kita harus tetap bersyukur dan harus tetap menjalankan hidup dengan sebaik-baiknya meskipun kita terlahir kedunia memiliki wujud yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.