MANDALAPOS.co.id, Jakarta – Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 mendenda warga yang menolak vaksin COVID-19. Beleid itu dinilai memberatkan dan digugat warga DKI Jakarta, Happy Hayati Helmi, ke Mahkamah Agung (MA).
Pasal 30 Perda No. 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 menyatakan:
Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
“Bertentangan dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa, dalam siaran persnya, seperti dilansir dari detikcom, Jumat (18/12/2020).
Menurut pemohon, paksaan vaksinasi COVID-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi Pemohon untuk dapat menolak vaksinasi COVID-19. Sebab, bermuatan sanksi denda Rp 5 juta yang besarannya di luar dari kemampuan pemohon.
“Mengingat selain sanksi denda bagi dirinya, pemohon juga memiliki seorang suami, seorang adik dan seorang anak yang masih balita. Artinya apabila pemohon menolak vaksinasi bagi keluarganya, maka pemohon harus membayar denda sebesar Rp 5 juta x 4 Orang = Rp 20 juta,” ujar Viktor.
Setelah membayar denda Rp 20 juta bukan berarti ancaman untuk membayar denda bagi pemohon selesai. Karena dalam ketentuan norma Pasal 30 Perda 2/2020 tidak dijelaskan apakah setelah membayar denda maka setiap orang yang menolak vaksinasi COVID-19 telah melepas kewajibannya untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 di kemudian hari.
“Artinya bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi COVID-19 kepada pemohon dan keluarganya,” papar Viktor.
Pemohon meminta denda itu dihapus. Permohonan itu telah didaftarkan ke MA pada Rabu (16/12) kemarin.
“Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka terhadap terhadap frasa: ‘dan/atau vaksinasi COVID-19’ sebagaimana termuat dalam Pasal 30 Perda 2/2020 telah terbukti bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009, Pasal 3 ayat (2) UU 39/2009, dan Pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf i UU 12/2011,” pungkas Viktor.
Sumber : News.detik.com