Mandalapos.co.id, Anambas – Mudin terlihat emosi ketika menunjukan lahannya yang ikut terdampak oleh kegiatan pembukaan jalan, dalam kegiatan proyek penanganan Jalan Peninting – Payalaman di Kabupaten Kepulauan Anambas, Rabu (5/9/2024).
Kepada awak media, lelaki yang sudah lanjut usia itu mengaku jengkel, dengan kontraktor pelaksana proyek tersebut, yang melakukan pelebaran jalan tanpa melakukan koordinasi kepadanya sebagai pemilik tanah resmi.
Akibatnya, lahan Mudin yang berada di sisi kiri dan kanan jalan Peninting – Payalaman, ikut terkena pelebaran secara sepihak itu.
Kegeraman Mudin tak sampai di situ, pada lahannya juga terdapat patok – patok bertuliskan BM dan dicat biru, seakan tanah yang dipatok itu bukan miliknya.
“Lebar buka jalan lama kan 6 meter, ini sekarang jadi lebih lebar lagi, kiri – kanan mereka ambil masing – masing sekitar 1 meter, bahkan ada beberapa titik yang lebih. Kita jengkel tak sopan mereka, kalau memang kerjakan jalan lama, kerjakan jalan lama aja, jangan digeser lagi,” ujarnya.
Lebih jauh diungkapkan Mudin, sebelumnya ia sempat datang ke Kantor Dinas PU Anambas untuk membahas persoalan lahannya itu.
“Sempat ada rapat di PU, yang diundang ramai, kita diundang dan ada Kepala BPN. Dari hasil itu, BPN sebut saya sudah berhak menerima santunan, karena surat kita bikin dari alas hak dan sudah jadi sertifikatnya. BPN bilang itu ke PU nya,” bebernya.
“Sudah saya bilang kita selesaikan sekali di sini, berapa kesanggupan mereka ganti rugi, tapi justru terjadi tolak menolak. Tujuan kita ikut rapat ini kan untuk ada penyelesaian, tetapi justru menggantung tak ada hasil,” sambungnya.
Tak hanya diserobot, menurut Mudin akibat proyek jalan tersebut tanaman cengkeh dan kelapa miliknya juga ikut rusak.
“Kami mendukung pembangunan jalan, tapi mereka datang main dorong-dorong aja ga kasih tau kami,” jengkelnya.
Meski diselimuti rasa jengkel, Mudin pun mengaku sangat mendukung program pemerintah untuk masyarakat.
Kendati demikian, ia berharap juga ada itikad baik dari pemerintah untuk mengganti rugi lahannya yang terdampak oleh proyek tersebut.
“Kita minta ganti rugi Rp60 juta, jadi kita nego supaya dapat ganti rugi,” pungkas Mudin.
Perasaan kesal juga dilontarkan oleh Ketua RT 02 Dusun Sedak Jalan Peniting, Jafri. Kepada awak media dirinya mengaku kecewa dengan cara kerja kontraktor pelaksan dan pemerintah yang belum membebaskan lahan warga yang terdampak kegiatan.
“Kalau untuk program jalan kami selalu dukung, cuma pengadaan lahan musti ada ganti rugi supaya ga jadi begini. Jangan sampai kami RT malah yang dikomplain, seakan kami yang berikan izin,” tuturnya.
Menilik permasalahan Mudin sebagai pemilik lahan, yang tanahnya diduga ikut diserobot untuk pelebaran jalan. Maka sudah semestinya Pemerintah demi kepentingan umum, menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil.
Hal itu seperti diatur di dalam pasal 123 angka 2 undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, yang mengubah pasal 10 huruf b undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Peraturan tersebut menegaskan, jika pemegang hak milik atas tanah belum menerima ganti kerugian dan belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai hal ini, maka ia tidak wajib melepaskan tanahnya.
Selain itu, instansi yang memerlukan tanah tersebut belum berhak melakukan pembangunan pelebaran jalan terhadap tanah tersebut.
Tak hanya itu, terkait rusaknya tanaman warga yang diakibatkan oleh proyek tersebut, juga menimbulkan tanda tanya, apakah pekerjaan proyek tersebut sudah mengantongi dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup ?
Kemudian, pertanyaan besar selanjutnya adalah kemanakah para konsultan pengawas, sehingga hal – hal itu bisa terjadi?
Pantauan mandalapos, dalam papan informasi proyek disebutkan bahwa konsultan pengawas kegiatan penanganan Jalan Peninting – Payalaman adalah PT. Seecons, PT. Adiya Widyajasa, dan PT. Exxo Gamindo Perkasa.
Proyek kegiatan penanganan Jalan Peninting – Payalaman di Kabupaten Kepulauan Anambas, yang dilaksanakan oleh Dirjen Bina Marga melalui Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Kepulauan Riau, memang seakan tak pernah lepas dari masalah.
Sebelumnya seperti dikutip dari presmedia.id, proyek jalan nasional dengan nilai kontrak sekitar Rp61,2 miliar itu, perdana dikerjakan pada tahun 2022 lalu oleh PT. Tirta Dhea Addonnics Pratama sebagai kontraktor pelaksana. Namun, dalam perjalanannya, kegiatan tersebut diterpa oleh masalah dugaan korupsi, hingga akhirnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Kepri.
Tak hanya itu, berdasarkan data dari inaproc.id, PT. Tirta Dhea Addonnics Pratama kini telah masuk ke dalam daftar hitam (black list).
Meski diterpa masalah, proyek penanganan Jalan Peninting – Payalaman di Anambas ternyata masih menjadi “anak emas”. Hal itu dibuktikan dari berlanjutnya proyek Nasional itu di Tahun 2023.
Dalam laman lpse.pu.go.id disebutkan, kegiatan dengan kode tender 86473064 ini, dimenangkan oleh PT Kisna Jaya dengan penawaran terkoreksi sebesar Rp 54,8 miliar. Perusahaan asal Batam itu berani menurunkan harga sebanyak Rp3,5 miliar dari nilai pagu sebesar Rp 58,3 miliar.
Adapun dalam plang proyek di lokasi kegiatan, diinformasikan bahwa proyek tersebut dikerjakan selama 390 hari kalender atau sekitar 13 bulan, mulai dari kontrak pada Desember 2023 hingga 2024.
Dalam berita selanjutnya, mandalapos akan berupaya mengkonfirmasi Kepala BPN Anambas, Kadis PU Anambas, dan Konsultan Pengawas. *
*YAHYA/Tim