Mandalapos.co.id, Natuna – Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI, dalam laporannya mengungkapkan sejak proses penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak 2024 dimulai pada tahun 2023, pelanggaran netralitas berupa disiplin dan kode etik menjadi temuan pelanggaran netralitas ASN yang dilaporkan hingga 31 Januari 2024, yakni sebanyak 47 laporan pelanggaran, terdiri dari 42 laporan pelanggaran disiplin dan 5 (lima) laporan pelanggaran kode etik. Data ini masih berpotensi akan terus bergerak selama proses Pemilu dan Pemilihan tahun ini berlangsung.
Adapun jenis pelanggaran netralitas berupa disiplin yang dilaporkan meliputi aksi pemberian dukungan kepada pasangan calon (Paslon) tertentu, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, sampai dengan ikut sebagai peserta kampanye paslon. Sementara jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik seperti membuat postingan dukungan kepada paslon, likes/comment/share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi paslon tertentu.
Padahal, Pemerintah dengan tegas telah mengatur sanksi bagi para aparatur negara yang ketahuan melanggar disiplin maupun kode etik di masa Pemilu Serentak, sanksi itu tertuang dalam peraturan pemerintah tentang disiplin PNS dan tentang manajemen PPPK.
Adapun sanksi netralitas berupa pelanggaran disiplin tersebut berkonsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Sementara sanksi netralitas berupa pelanggaran kode etik berkonsekuensi sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Mengetahui pelanggaran oleh ASN dan PPPK rawan terjadi di momen pemilihan kepala daerah, Pjs. Bupati Natuna, Rika Azmi, gencar melakukan imbauan di berbagai kesempatan. Bahkan, dirinya tak segan-segan “mengancam” memberikan sanksi kepada para aparatur di lingkungan Pemkab Natuna, yang bermain mata dengan paslon kepala daerah di kontestasi Pilkada Natuna.
“Netralitas ASN adalah hal mutlak. Jika ditemukan pelanggaran, sanksi disiplin berat dan sedang akan diberikan,” tegas Rika Azmi, ketika ditemui awak media di rumah dinasnya, Rabu (16/10/2024) siang.
Ia juga mengingatkan ASN untuk selalu memahami peraturan yang ada dan tetap berpedoman pada integritas selama proses Pilkada berlangsung.
Dengan himbauan ini, Rika Azmi berharap pelaksanaan Pilkada Natuna berjalan dengan baik, tanpa adanya pelanggaran dari ASN yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan.
Himbauan netralitas terhadap ASN Pemkab Natuna ini, juga di sampaikan oleh Rika Azmi, melalui baliho yang terpampang di halaman Kantor Bupati Natuna, Bukit Arai, Kelurahan Bandarsyah Kecamatan Bunguran Timur.
Dalam baleho tersebut, Pemerintah Daerah menekankan agar ASN tidak ikut melakukan kampanye secara praktis, tidak mendukung atau mimihak salah satu paslon dengan terang-terangan, tidak menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan kampanye, bersifat profesional dalam menjalankan tugas, serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Natuna, Muhammad Alim Sanjaya, menegaskan pentingnya netralitas ASN dalam Pilkada 2024.
Hal ini disampaikan Alim saat ditemui di ruang kerjanya, di Kantor BKPSDM pada Selasa, 15 Oktober 2024.
Alim menyampaikan, bahwa ASN harus terbebas dari segala bentuk intervensi politik praktis.
“Netralitas ASN selalu kita tekankan. Jangan sampai gara-gara Pilkada, kita justru terjerat masalah,” ujar Alim.
Ia juga mengingatkan agar ASN berhati-hati dalam bermedia sosial. “Sekali atau dua kali pelanggaran mungkin hanya berujung pada sanksi kode etik dan teguran. Namun, tindakan lebih lanjut bisa membawa konsekuensi yang serius,” tambahnya.
Alim juga memperingatkan ASN untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang bersifat politis, seperti menggerakkan massa, melakukan money politic, atau menghadiri kampanye tanpa surat tugas resmi dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Menurutnya, hal tersebut tidak hanya melanggar kode etik, tetapi juga dapat berujung pada sanksi pidana yang melibatkan Bawaslu dan Aparat Penegak Hukum (APH). *(ADV)
*Laporan: ALFIAN