Sejarah Pembangunan Lanud di Natuna yang Dibangun TNI Bersama Pribumi

0
1498
Pesawat Tempur TNI AU di landasan pacu Lanud Raden Sadjad Natuna

Mandalapos.co.id, Natuna- Pangkalan TNI AU Ranai, sekarang Lanud Raden Sadjad,  merupakan pangkalan Operasi TNI AU tipe C dan berada dibawah komando dan kendali Koopsau I. Secara geografis Lanud Ranai berhadapan langsung dengan kemungkinan datangnya ancaman sehingga keberadaan Lanud Ranai sangat strategis dan penting, terlebih lagi jika dikaitkan dengan lingkungan strategis yang dinamis di kawasan.

Lanud Raden Sadjad  Ranai terletak di Pulau Bunguran Natuna, tepatnya di Kecamatan Bunguran Timur. Pangkalan udara ini memiliki areal seluas 450,5 Hektar, dengan batas sebelah Barat kampung Pering, sebelah Timur pantai Laut Natuna Utara, sebelah Utara Kampung Batu Hitam dan Selatan Kampung Penagih.

Dilansir mandalapos dari laman resmi TNI AU, tni-au.mil.id . Sejak dioperasionalkan tahun 1955 hingga saat ini, dalam konteks Operasi Militer untuk perang (OMP) Lanud Ranai telah ikut berperan dalam berbagai penggelaran operasi dan latihan baik yang diselenggarakan oleh TNI AU maupun Mabes TNI.

Berikut riwayat atau sejarah pangkalan TNI AU Raden Sadjad di Natuna:

Tahun 1950. Antara akhir tahun 1949-1950 Belanda meninggalkan pangkalan udara Natuna dan diambil alih oleh Pemerintah RI.

Tanggal 20 Maret Tahun 1952. Tim survey dari Mabesau yang datang ke Pulau Natuna dengan menggunakan kapal motor B.O. 38 bersandar di pelabuhan dagang Penagi dan mengadakan pertemuan dengan seluruh masyarakat.

Tanggal 21 Maret Tahun 1952. Asisten Wedana kecamatan Bunguran Timur bersama para pemuka masyarakat membawa tim tersebut ke daerah yang bernama Padang Air Uma untuk mengadakan peninjauan dan survey.

Tahun 1953. Tim survey kedua dengan menggunakan pesawat PB-2 Catalina kembali datang dan mendarat dialur Pelabuhan Penagi.  Tim mengadakan survey selama satu hari penuh guna melengkapi data-data lokasi yang akan di jadikan Landasan Pacu pesawat.

Bulan April Tahun 1955. Pada saat menjelang Konfrensi Asia Afrika di Bandung, beberapa penduduk Pulau Natuna melihat sebuah pesawat yang terbang dalam keadaan terbakar kemudian jatuh dilaut dekat Pulau Batu Billis Kelurahan Kelarik Kecamatan Bunguran Barat.

Pesawat jatuh tersebut adalah milik maskapai penerbangan INDIA “KHASMIR PRINCES”, yang membawa delegasi RRC ke Konfrensi ASIA AFRIKA di Bandung. Dengan adanya kejadian ini maka pemerintahan saat itu mempercepat pembangunan pangkalan udara di Natuna.

Tanggal 5 Mei Tahun 1955. Mabesau mengirim Tim pembangunan pangkalan udara yang dipimpin oleh Letnan Udara Satu Raden Sadjad Nrp 462981 dengan 6 anggota, yaitu Pratu Effert (ADC), Sipil Komaling (Mandor 1), Sipil Williem (Mandor 2 merangkap tukang kayu), Sipil Mathias (juru masak merangkap tukang kayu), Sipil Chalik (juru masak merangkap tukang kayu), Sipil Othing (Tehnik).    

Tim mendarat dialur Pelabuhan Sedanau (sebelah barat pulau Natuna) menggunakan pesawat PB-2 Catalina, selanjutnya pada pukul 19.00 WIB berangkat menuju Ranai dengan kapal motor penduduk setempat.

Tanggal 6 Mei Tahun 1955. Tim menggelar musyawarah dengan para pejabat dan pemuka masyarakat setempat.  Hasil musyawarah tersebut, masyarakat sebanyak 17 orang secara bergotong royong memulai pengukuran dan pematokan lokasi di daerah Padang Air Uma yang disaksikan oleh Wakil Lurah Ranai, Bujang Ali Samad. 

Kondisi Padang Air Uma saat itu merupakan hutan, rawa dan kebun kelapa, pemakaman umum masyarakat. Disebelah utara terdapat perkampungan Tandjung Pasir yang dihuni oleh lima kepala keluarga, sebelah selatan kurang lebih 15 meter terdapat laut muara Sungai Ulu yang bermuara dialur Pelabuhan Penagi, disebelah timur 350 meter terdapat laut, disebelah barat terdapat kebun kelapa rakyat.

Tanggal 27 Mei Tahun 1955. Pembangunan pangkalan udara dilaksanakan bersama masyarakat dari 8 desa (Ranai, Sepempang, Tandjung, Tjeruk, Kelanga, Pengadah, Sungai Ulu dan Tjemaga ), terhimpun 5722 orang dan dilaksanakan oleh 100 orang setiap harinya secara bergantian dengan mempergunakan peralatan sederhana yang dibawa oleh tim berupa skop 4 buah,  kampak 2 buah, dan palu besar 2 buah.

Sedangkan kekurangan peralatan berupa cangkul,  parang,  karung pengangkut pasir dibawa sendiri oleh rakyat sebagian diperoleh dari toko-toko secara kredit termasuk bahan makanan. Guna menghilangkan kelelahan,  pada malam harinya Tim memutarkan Film (layar tancap) sehingga masyarakat sangat antusias dalam melaksanakan pekerjaannya dan menjadi satu-satunya hiburan yang ada pada masa itu. 

Pekerjaan awal yang dilaksanakan adalah membuka hutan, Landasan di buat membujur dari selatan ke utara dengan azimut 00/18, panjang 1300 m dan lebar 40 m dengan schoulder kiri kanan masing-masing 15 m. Landasan ini berupa landasan rumput yang diperkeras dengan batu karang di garis tengah membujur seukuran jarak roda – roda pesawat C- 47 ( Dakota ).     

Tanggal 2 Agustus Tahun 1955. Kasau Komodor Udara Raden Suryadi Suryadharma beserta rombongan tiba di Lanud Ranai menggunakan pesawat PB-2 Catalina yang mendarat di Pelabuhan Pelantar Penagih.

Didampingi oleh Letnan Udara Satu Sadjad, Kasau dan rombongan meninjau hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan Landasan Udara Ranai. Bentuk landasan mulai kelihatan lahan yang tadinya rawa dan hutan sekarang sudah menjadi rata, akan tetapi dalam proses pengerasan tanah ditemui adanya hambatan dengan terbatasnya alat peralatan di Ranai.   

Hal ini mempengaruhi kelancaran pembangunan, sehingga dicarikan jalan keluarnya dengan menggunakan alat manual dari pohon kelapa yang diangkat dengan tenaga manusia dan ditumbukan ke tanah, tetapi hasilnya kurang memuaskan.       

Tanggal 2 September Tahun 1955. Kepala PU I Effert Watulingas dengan dua anggota berangkat ke Tanjung Pinang untuk meminjam Wals (mesin giling) ke jawatan PU Tanjung Pinang.

Tanggal 7 September Tahun 1955. Stum wals tiba dengan menggunakan K.M LIPUR di Pelabuhan Penagi, wals yang beratnya 6 ton tidak memungkinkan untuk diturunkan keatas dermaga yang terbuat dari kayu, sehingga dalam proses penurunannya dari kapal wals tersebut di bongkar menjadi bagian-bagian kecil dan di rakit kembali di darat hingga dapat di gunakan.  

Dengan adanya penambahan kelengkapan peralatan Jeep dan dua buah Treler kesulitan pengangkutan pengangkutan pasir dan batu karang ke landasan dapat diatasi, sehingga lebih mempercepat proses pembangunan. 

Pengerasan dan pemadatan landasan dikerjakan dengan wals secara terus-menerus selama 24 jam dengan tenaga kerja dua orang, seorang mengemudi wals dan seorang lagi memegang lampu petromak bergiliran tiap 6 jam dan teratur, suasana kerja siang malam tersebut berlangsung terus sampai saat- saat pendaratan pertama dilakukan.    

Modal membuat landasan waktu itu adalah semangat membangun, persatuan serta gotong royong, satu hal lagi yang kelihatan sepele tetapi besar sekali artinya saat itu, adalah sering diadakannya pemutaran film untuk umum tanpa dipungut bayaran, sehingga banyak orang datang menyaksikan.    

Sebagai balasannya mereka dengan suka rela membantu membuat landasan yang sebagian besar membawa alat apa adanya.    

Tanggal 29 Desember Tahun 1955. Dilaksanakan landing test oleh pesawat C-47 (Dakota) AURI nomor registrasi T-480 dengan pilot Kapten Udara A. Fatah, merupakan salah satu penerbang AURI berkualifikasi test pilot dan mission track record yang baik pada masa itu.       

Percobaan pendaratan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan berhasil.

Tanggal 10 Maret Tahun 1956. Pembangunan landasan pacu lanud Ranai dinyatakan selesai. Dalam pembangunan landasan tahap pertama ini tidak kurang dari dua belas pemilik pohon kelapa mendapat ganti rugi dua dollar Malaya tiap batang pohon nya.  

Rumah-rumah yang terkena proyek tersebut milik lima kepala keluarga, dengan ikhlas dan gembira menerima penggatian yang cukup besar pada masa itu, serta mendapat lahan relokasi dan rumah baru di daerah Pering.

Tanggal 20 Mei Tahun 1955. Letnan Udara Satu Raden Sadjad dinaikan pangkatnya menjadi Kapten udara, dan dijadikan Komandan Pangkalan Udara Ranai yang pertama.

Pembangunan lanjutan pangkalan udara terus dilaksanakan dengan membangun fasilitas-fasilitas pendukung pangkalan, menggunakan tenaga pekerja harian dengan upah tiga dollar Malaya, bagi pekerja-pekerja yang memiliki semangat kerja dan berprestasi baik diangkat menjadi kekuatan personil TNI AU yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil.    

Adapun masyarakat yang telah berjasa dalam membuka hutan/membangun landasan secara suka rela dan gotong royong diberi piagam penghargaan oleh Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Rd. S Suryadarma dan mereka diberi kesempatan menikmati penerbangan (Joy flight) diatas kepulauan Natuna dengan pesawat Dakota.

Tahun 1960. Guna mengantisipasi dampak perang Vietnam seperti pengungsi Vietnam dan kamboja serta agar dapatdidarati pesawat C-130 Hercules, pembangunan lanjutan dilaksanakan kembali. 

Tahun 1975. Landasan diperkeras, diperlebar dan diperpanjang menjadi 200 m, sehingga landasan memiliki dimensi 2.550 X 32 m. Pembangunan fasilitas lain berupa penambahan apron, albanav (NDB, R/W light dan tower), hangar dan apron barat, scramble area di RW 36.

Tanggal 16 Mei Tahun 1981. Tahun 1980 pembangunan lanjutan Lanud Ranai dinyatakan selesai dan diresmikan oleh Menhankam Pangab pada masa itu, Jenderal TNI M. Jusuf.

Bulan Desember Tahun 1996. Peningkatan albanav dengan instalasi VOR dan PAPI. Operational publishing bulan Januari 1997.

Bulan Oktober Tahun 2013. Akhir tahun 2013, peningkatan fasilitas NDB dengan teknologi terbaru dan renovasi beberapa fasilitas pendukung seperti mess crew, mess VIP dan fasilitas tower system.

Kini Lanud Ranai berubah nama menjadi Lanud Raden Sadjad. Penamaan itu sebagai penghormatan atas jasa Raden Sadjad yang merintis awal mula pembangunan pangkalan udara  sekaligus sebagai komandan Lanud Ranai Pertama.

***Alfian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini