Suku Korowai Terisolir, Mi Instan 1 Juta/Dus, Beras 10 kg Setara 4 Gram Emas

0
711
tambang emas tradisional suku korowai ( sumber foto: Antara)

MANDALAPOS.CO.ID, PAPUA – Dengan uang 2 juta Rupiah, mungkin masyarakat kota besar di Indonesia dapat membeli ratusan kilogram beras premium.

Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan masyarakat Suku Korowai yang tinggal di wilayah terisolir Kabupaten Pegunugan Bintang, Papua. Mereka terpaksa harus membeli kebutuhan pokok dengan harga selangit.

Menurut salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Mining Hengki Yaluwo di Korowai, harga 10 kilogram beras disana bisa mencapai Rp 2 juta.

“Beras 10 kilogram itu emas empat gram. Kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta,” katanya dilansir dari Antara, Rabu (1/7/2020).

Tak hanya beras, untuk memakan mi instan, warga Korowai terpaksa merogoh kocek lebih dalam.

“Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000,” kata Hengki.

Sementara itu, ikan kaleng berukuran besar dijual seharga Rp 150.000.

Lalu, untuk barang kebutuhan sekunder, semisal ponsel juga sangat mahal.

Hengki mencontohkan ponsel yang dibanderol per gram emas. Menurut dia, ponsel tergantung merek dijual seharga 10 gram sampai 25 gram emas.

Korowai merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang. Wilayah ini diapit empat kabupaten, yakni Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Mappi.

Meskipun dikelilingi empat kabupaten besar, namun akses transportasi ke wilayah Korowai sangat terbatas.

Bila menggunakan helikopter dari Kabupaten Boven Digoel, butuh waktu sekitar satu jam.

Biasanya, warga menggunakan longboat dari Boven Digoel yang memakan waktu selama satu hari perjalanan.

Kemudian, dilanjutkan berjalan kaki selama dua hari perjalanan menuju kawasan penambangan rakyat Korowai

Akses yang terbatas tersebut membuat Korowai jauh dari perhatian pemerintah.

Menurut salah satu pemilik Dusun Kali Dairam Korowai di Mining 33, Ben Yarik, mengatakan, suku Korowai merupakan penghuni asli kawasan itu.

Sayangnya, mereka tak pernah diperhatikan oleh pemerintah.

“Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami,” kata Ben.

Suku Korowai bertahan hidup dengan bekerja di pertambangan emas tradisional di sekitar pegunungan.

Dari hasil menambang itu, warga Korowai memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  

Entah apa yang akan terjadi jika pemerintah menutup penambangan tradisional di kawasan Korowai.

“Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin,” ujar Ben

(Redaksi)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini