Tekan Stunting di Natuna, Wabup Rodhial Ajak Stakeholder Berkolaborasi Lakukan Pencegahan

0
306
Wakil Bupati Natuna Rohial Huda saaat menutup acara sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Kader Penurunan Stunting di Gedung Aula Pertemuan Kecamatan Subi, pada Kamis (23/11/2023).

Mandalapos.co.id, Natuna – Berdasarkan data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) tahun 2022, angka prevalensi stunting Kabupaten Natuna mengalami peningkatan. Di mana dari sebesar 17,8 persen pada 2021, menjadi 18 persen pada Tahun 2022.

Data tersebut pun mendapatkan perhatian dari Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Natuna, Rodhial Huda. Di mana dalam beberapa kegiatan terkait penanganan stunting di Natuna, ia meminta agar tim nya melakukan survei ke lapangan untuk memastikan apakah angka stunting di Natuna betul meningkat seperti yang digambarkan data.

Bukan tanpa alasan Wakil Bupati Natuna itu merasa aneh dengan meningkatnya kasus stunting di Natuna, sebab, sebagai masyarakat maritim yang mayoritas tinggal di daerah pesisir, masyarakat Natuna selalu mengkonsumsi makanan bergizi tinggi dari laut, bahkan bisa diambil secara gratis.

Stunting, kata Rodhial, menjadi salah satu tanda jika kemiskinan di daerah tersebut masih ada dan terbilang cukup memprihatinkan.

“Dalam menghadapi permasalahan stunting, diperlukan upaya bersama dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah Kecamatan memiliki peran penting dalam memberdayakan kader yang menjadi penggerak pembinaan masyarakat,” ujar Rodhial, saat menutup acara sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Kader Penurunan Stunting di Gedung Aula Pertemuan Kecamatan Subi, pada Kamis (23/11/2023).

Ia menegaskan bahwa mengatasi masalah stunting membutuhkan kolaborasi serta kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah Kecamatan misalnya, Rodhial berharap dapat memberdayakan kader-kader sebagai perpanjangan tangan pemerintah, dalam upaya melaksanakan aksi Pencegahan, Pengendalian dan Percepatan Penurunan stunting (P4S).

Menurut Rohial, terjadinya Stunting dikarenakan ketidaktahuan dan minimnya pengetahuan masyarakat akan pola hidup sehat yang dijalaninya setiap hari.  Hal lainnya sebagai penyebab stunting, juga berkaitan dengan minimnya edukasi terkait pernikahan dini atau nikah di bawah umur.

Komitmen Pemkab Natuna dalam upaya penurunan stunting juga tak sebatas pada sosialisasi dan penyuluhan semata. Melalui Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) bakal dirancang peraturan Bupati Natuna tentang percepatan penurunan stunting, sehingga pelaksanaan penanganan stunting di Kabupaten Natuna memiliki kepastian hukum.

Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Natuna menggelar rapat percepatan penurunan stunting

Adapun muatan Peraturan Bupati mengenai percepatan penurunan stunting diantaranya:

  1. Target tahunan penurunan prevalensi Stunting di Kabupaten/kota.
  2. Intervensi gizi spesifik dan sensitif memenuhi cakupan layanan dalam lampiran Perpres No. 72/2021 dalam APBD dan APBDes.
  3. Peran Kecamatan dan Desa/Kelurahan (termasuk didalamnya peran tpps Kecamatan dan tpps Desa/Kelurahan).
  4. Skema insentif pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan.
  5. Meningkatkan alokasi APBD dan APBDes dari tahun sebelumnya untuk program kegiatan percepatan penurunan stunting.
  6. Koordinasi lintas sektor dan tenaga pendamping program.
  7. Peran kelembagaan masyarakat desa.
  8. Kampanye publik dan kampanye perubahan perilaku.
acara sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Kader Penurunan Stunting di Gedung Aula Pertemuan Kecamatan Subi

Untuk diketahui, stunting adalah kondisi yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Sederhananya, stunting merupakan sebutan bagi gangguan pertumbuhan pada anak.

Stunting merupakan masalah kesehatan yang sudah ada sejak lama, seperti gizi buruk, terserang infeksi berkali-kali, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah. Namun, penyebab stunting yang paling banyak adalah karena kekurangan gizi.

Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kasus stunting terjadi sejak anak berada dalam kandungan. Hal ini dapat terjadi akibat makanan yang dikonsumsi ibu selama hamil kurang bergizi sehingga janin tidak mendapatkan cukup nutrisi. Akhirnya, pertumbuhan janin dalam kandungan mulai mengalami hambatan dan terus berlangsung hingga setelah kelahiran.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Kendati demikian, Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2024 prevalensi stunting turun hingga 14%. ***(advertorial)

*Laporan: Alfian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini